Banda Aceh – Salah satu anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRA, Fuadri, S.Si., M.Si meminta Gubernur Aceh Nova Iriansyah agar fokus selesaikan 5 Rumah Sakit Regional. Hal itu disampaikannya dalam sidang paripurna penandatanganan nota kesepakatan bersama terhadap KUA dan PPAS 2021 digedung utama DPRA, Jum’at (20/11/2020).
Usai paripurna, Fuadri kepada Koran Aceh menjelaskan bahwa ada beberapa urgensi sehingga dalam sisa masa jabatan Gubernur Nova Iriansyah permasalahan itu harus selesai. Pertama pembangunan rumah sakit ini merupakan sebuah perintah Qanun dan juga yang sudah dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) pemerintah Aceh di bawah pemerintah Irwandi-Nova.
Ia melanjutkan, yang kedua proses pembangunan rumah sakit ini sudah berjalan lebih kurang 3 atau 4 tahun. Selama itu juga setiap tahunnya pemerintah Aceh selalu menganggarkan, sehingga progres pembangunan fisiknya ini bervariasi, ada yang baru 50 persen, 60, bahkan ada yang sudah 80 persen.
“Harapan kita di masa pemerintahan Pak Nova ini harus mampu menuntaskan, kalaupun tidak 5 paling kurang 3 rumah sakit regionalnya harus tuntas. Sedangkan sisanya 2 lagi bisa dilanjutkan di periode selanjutnya. Jadi kita selalu menyuarakan ini dan mengingatkan pemerintah dalam berbagai kesempatan. Tujuan kita supaya pemerintah Aceh tidak salah fokus, karena ini memang rencana prioritas yang mereka buat,” ujar anggota Komisi I itu.
Fuadri juga mengingatkan, bahwa pemerintah Aceh juga sudah menggelontorkan anggaran ratusan miliar untuk pembangunannya. Jadi harus segera diselesaikan agar dapat dioperasionalkan, dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Semua pihak harus mendorong supaya pemerintah Aceh ini mampu menyelesaikan di tahun 2022.
“Sebagai contoh misalnya rumah sakit regional di Tapaktuan, Aceh Selatan, kemudian rumah sakit regional Takengon, di Aceh Tengah, rumah sakit regional di Meulaboh, Aceh Barat, dan rumah sakit regional di Kota Langsa, jadi yang gak memungkinkan itu di Bireuen karena baru selesai pembebasan lahan. Paling tidak 4 dari 5 rumah sakit regional ini bisa dituntaskan,” urainya.
Menurut Fuadri, melihat kondisi di lapangan bahwa kebutuhan anggaran setiap rumah sakit ini berbeda-beda. Misalnya di Tapaktuan, dan Takengon kebutuhannya sekitar 50 miliar lagi maka sudah tuntas dan bisa operasional. Mungkin yang agak besar di Langsa, dan Meulaboh, diperkirakan butuh anggaran sampai 200 miliar.
Kalau melihat usulan anggaran tahun 2021, kata Fuadri, pemerintah hanya menganggarkan sekitar 80 miliar untuk 5 rumah sakit tersebut. Tentunya itu tidak mampu untuk melakukan untuk percepatan pembangunannya. Tapi kalau 2 tahun ini bisa dipusatkan anggaran pasti akan selesai.
“Padahal bila fungsionalnya bisa lebih cepat, paling enggak dengan selesainya pembangunan rumah sakit ini akan menjadi prestasi yang baik bagi pemerintah Aceh. Pak Noval mampu menyuguhkan tidak hanya kapal Aceh hebat. Rumah sakit ini di daerah sangat dibutuhkan oleh rakyat,” jelas Fuadri.
Sebab, diteruskannya rumah sakit di daerah hari ini tidak mampu memberikan pelayanan secara maksimal, dengan berbagai kendala. Harapannhya, dengan kapasitasnya lebih besar dan kemudian SDM juga bisa disupport oleh Provinsi maka masyarakat Aceh akan lebih mudah mendapakan pelayanan kesehatan.
Untuk itu, Fuadri kembali mengingatkan pemerintah untuk fokus pada rencana prioritasnya. Sektor pelayanan kesehatan masyarakat seperti di rumah sakit ini harus ditingkatkan. Tentunya sejalan dengan adanya alokasi anggaran pembayaran premi bagi masyarakat miskin di Aceh yang memang tidak tercover di dalam pembayaran BPJS untuk keluarga miskin di APBN.
“Kita sangat mendukung, karena itu menjadi harapan rakyat dan tidak perlu dana triliunan. Untuk bangunan 14 ruas jalan proyek tahun jamak sampai 2,7 triliun pemerintah Aceh bisa. Mengapa 500 miliar gak bisa, saya yakin bisa tinggal cari cara. Untuk kebijakan anggaran seperti ini ya, Gubernur menentukan apakah rumah sakit ditempatkan sebagai skala prioritas atau tidak,” tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar